Komposisi Nutrisi Sarapan untuk Diabetes
Kandungan makronutrien dalam sarapan merupakan pertimbangan penting dalam perencanaan makan bagi pasien diabetes. Dalam beberapa dekade terakhir, makanan rendah lemak telah direkomendasikan untuk mengurangi risiko kardiovaskular, salah satu komorbiditas yang paling sering dikaitkan dengan diabetes tipe 2 (T2D), dengan cara menurunkan kadar kolesterol. Namun demikian, makanan rendah lemak ini biasanya mengganti lemak dengan karbohidrat, sebagian besar dalam bentuk sereal dan gula, yang akan menyebabkan ketidakstabilan glikemik.1 Sebaliknya, studi menegaskan bahwa diet rendah karbohidrat untuk diabetes, sarapan tinggi protein menghasilkan kontrol glikemik, kerja insulin, dan pelepasan inkretin yang lebih baik.2,3 Artikel ini membahas secara mendalam aspek ilmiah komposisi nutrisi bahan makanan saat sarapan dalam penatalaksanaan diabetes.
Mengapa Komposisi Nutrisi Begitu Penting?
Kandungan komposisi nutrisi makanan saat sarapan sangat penting untuk mendukung fungsi metabolik, khususnya dalam mengelola gula darah. Makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak memicu lonjakan dan diikuti penurunan glukosa.1 Sebaliknya, diet rendah karbohidrat dan tinggi protein untuk sarapan akan lebih mengenyangkan dan menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik sepanjang hari.2
Diet Rendah Karbohidrat untuk Diabetes: Suatu Studi Klinis
Untuk menilai peran komposisi nutrisi makanan saat sarapan pada T2D secara klinis, uji coba terkontrol acak telah dilakukan oleh Oliveira et al. Studi tersebut membandingkan hasil dari Sarapan Rendah Karbohidrat (LC) vs. Sarapan Rendah Lemak (CTL) pada penderita T2D selama siklus 12 minggu. Studi ini secara acak membagi pasien ke dalam dua kelompok:
- Sarapan LC: 465 kkal, 8 g karbohidrat, 25 g protein, 37 g lemak
- Sarapan CTL: 450 kkal, 56 g karbohidrat, 20 g protein, 15 g lemak2
Poin Penting Hasil Penelitian Oliveira et al.
Peningkatan Kontrol Glikemik:
Studi ini menunjukkan peningkatan kontrol glikemik pada individu yang mengonsumsi sarapan LC dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi sarapan CTL. Terjadi penurunan hemoglobin A1C (HbA1c) yang lebih besar dalam kelompok LC (-0,3% vs. -0,1%, p = 0,06). Kadar glukosa rata-rata dalam kelompok LC lebih rendah sebesar −0,7 mmol/l (IK 95%: −1,4, −0,1 mmol/l, P = 0,03), sedangkan tidak ada perubahan dalam kelompok CTL.
Kadar glukosa maksimum dalam kelompok LC mengalami penurunan (-1,3 mmol/l, IK 95%: -2,3, -0,4 mmol/l, P = 0,01), suatu penurunan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok CTL.
Variabilitas glikemik, dikuantifikasi menggunakan MAGE, lebih rendah dalam kelompok LC (-0,8 mmol/l, IK 95%: -1,2, -0,3 mmol/l, P < 0,01), yang menandakan kontrol glukosa darah yang lebih baik. Peserta yang mengonsumsi sarapan LC menghabiskan 77% lebih banyak waktu dalam kisaran glukosa ideal 3,9–10 mmol/l dibandingkan peserta dalam kelompok CTL.2
Regulasi Glukosa Postprandial yang Lebih Baik:
Makanan LC menekan lonjakan glikemik postprandial, dibuktikan dengan luas area di bawah kurva inkremental (iAUC) yang lebih rendah untuk glukosa.2
Peningkatan Respons Hormonal dan Metabolik:
Kadar glukosa postprandial dalam kelompok LC dipertahankan karena meningkatnya kadar GLP-1, dan menekan nafsu makan.2
Kepatuhan Diet yang Meningkat:
Anggota kelompok LC menunjukkan kepatuhan yang lebih besar terhadap rencana makan. Kelompok LC memiliki asupan karbohidrat lebih rendah (-73 g; IK 95%: -101, -44 g; P < 0,01) dan asupan kalori lebih rendah (-242 kkal; IK 95%: -460, -24 kkal; P = 0,03).2
Sarapan Tinggi Protein
Protein adalah makronutrien utama dalam sarapan untuk mengontrol diabetes. Protein memiliki kerja metabolik unik yang diterjemahkan menjadi reaksi endokrin, rasa kenyang, dan kadar glukosa darah yang lebih baik.3,4
Membandingkan Sarapan Tinggi Protein vs. Tinggi Karbohidrat pada T2D
Dalam jurnal ilmiah oleh Park et al., membedakan antara efek sarapan tinggi protein dibandingkan dengan sarapan tinggi karbohidrat terhadap glukosa, hormon insulin, dan inkretin selama delapan jam. Studi ini juga mengamati potensi sarapan tinggi protein dalam mempersiapkan tubuh untuk kontrol glikemik yang lebih baik pada makanan berikutnya, yang disebut “efek makanan kedua”.3
Rancangan Studi Park et al.
Studi ini terdiri atas 12 individu T2D yang mengonsumsi sarapan setiap hari. Peserta mengonsumsi salah satu sarapan selama enam hari:
Sarapan Tinggi Protein (PRO): 500 kkal, 35% Protein, 45% karbohidrat, 20% lemak
atau
Sarapan kaya karbohidrat (CHO): 500 kkal, 15 g protein, 65 g karbohidrat, 20% lemak
Pada hari ketujuh, setelah puasa semalam, peserta studi mengonsumsi sarapan khusus dan, empat jam kemudian, mengonsumsi makanan standar dengan kandungan karbohidrat tinggi.3
Temuan Utama dari Studi Park et al.
Luas area di bawah kurva (AUC) untuk glukosa setelah makan dalam kelompok PRO adalah 16% lebih rendah daripada kelompok CHO. Gambar 1 menunjukkan AUC Glukosa dalam kelompok PRO dibandingkan dengan kelompok CHO diikuti dengan makan siang normal yang sama untuk kedua kelompok pasien T2D.3
diikuti dengan makan siang yang sama untuk kedua kelompok.3
Respons Insulin Setelah Sarapan:
Meskipun kadar insulin puncak lebih rendah dengan sarapan PRO, AUC insulin tetap sebanding di antara keduanya. Akan tetapi, sarapan PRO menyiapkan sel-β untuk menghasilkan respons insulin yang kuat untuk makanan berikutnya, yang dikenal sebagai “fenomena makanan kedua” yang dijelaskan kemudian dalam artikel ini.
Gambar 2 menunjukkan respons AUC Insulin terhadap sarapan PRO atau CHO dan makan siang standar pada T2D.3
Hormon Inkretin (GLP-1 dan GIP):
Sekresi GLP-1 27% lebih tinggi setelah sarapan PRO dibandingkan dengan sarapan CHO. Pelepasan GLP-1 secara terus menerus ini berkontribusi pada kontrol glikemik yang lebih baik dan penurunan variabilitas glukosa. Gambar 3 menunjukkan respons AUC GLP-1 terhadap sarapan PRO atau CHO dan makan siang standar pada T2D.3
Kadar GIP lebih tinggi selama periode setelah makan siang, menunjukkan respons inkretin yang telah disiapkan guna memfasilitasi kontrol glikemik yang lebih baik bahkan pada waktu makan berikutnya. Gambar 4 menunjukkan respons AUC GIP terhadap sarapan PRO atau CHO dan makan siang standar pada T2D.3
Fenomena Makanan Kedua
Sarapan protein tinggi meningkatkan respons insulin makanan kedua, yang membantu mengurangi lonjakan glukosa pascaprandial setelah makan siang. Gambar 5 mengilustrasikan bagaimana sarapan protein tinggi membantu menjaga kontrol glikemik yang lebih baik sepanjang hari, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan fluktuasi glukosa darah (garis hijau) dibandingkan dengan sarapan kaya karbohidrat (garis abu-abu). Hal ini mendukung “fenomena makanan kedua,” yakni asupan protein saat sarapan meningkatkan respons gula darah terhadap makanan selanjutnya.3
Sarapan tinggi protein dapat menyebabkan kontrol glikemik yang lebih besar:
Sumber Protein Juga Penting
Sumber protein menentukan tingkat manfaat yang diberikan terhadap kadar glukosa darah. Dari semua jenis protein, protein whey sangat ideal karena penyerapannya yang cepat, kaya akan kandungan BCAA, dan kemampuan untuk menginduksi pelepasan insulin dan GLP-1. Dibandingkan dengan protein lainnya, seperti kasein, telur, dan kedelai, whey lebih unggul dalam penatalaksanaan T2D.4
Kesimpulan
Sarapan dalam pengaturan diet diabetes dapat membantu mengontrol diabetes. Makanan rendah karbohidrat dan kaya protein untuk sarapan memberikan manfaat utama, termasuk kadar glukosa setelah makan yang lebih rendah, peningkatan variabilitas glikemik, dan peningkatan pelepasan hormon GLP-1. Dengan sedikit mengubah komposisi makanan ternyata dapat menciptakan perbedaan besar dalam membantu pasien diabetes mengontrol diabetes.
Pelajari lebih lanjut tentang Ilmu di Balik Makanan Khusus Diabetes.
Baca di SiniReferensi:
- Ludwig DS, et al. Am J Clin Nutr. 2023;118:849–51.
- Oliveira BF, et al. Am J Clin Nutr. 2023;118:209–17.
- Park YM, et al. J Nutr. 2015;145:452–8.
- Jakubowicz D, et al. J Nutr Biochem. 2017;49:1–7.
Sarapan memiliki peranan nonfarmakologis dalam penatalaksanaan diabetes tipe 2, yaitu memengaruhi kontrol glikemik, respons insulin, dan kesehatan metabolik secara keseluruhan. Artikel ini membahas pengaruh komposisi nutrisi saat sarapan, terutama keseimbangan karbohidrat, protein, dan lemak, terhadap regulasi gula darah. Membagikan hasil penelitian terkini yang membahas perbandingan antara sarapan rendah karbohidrat dan tinggi protein dengan sarapan rendah lemak konvensional.